banner 728x250

‎Raker Bamus Betawi di Cisarua Bogor, ‎Dari Sejuknya Puncak, Tekad Menjaga Jati Diri Betawi ‎ ‎

banner 120x600
banner 468x60


‎Bogor – Jawa Barat, nusantarabersahabat.com :

Udara dingin Cipanas pada Minggu pagi itu membuat napas para peserta Rapat Kerja (Raker) I Badan Musyawarah (Bamus) Betawi 2025 tampak berembus putih berembun. Adapun acara dilaksanakan di Hotel Grand Ussu di jalan raya puncak Gadog KM 79. Kopo Cisarua Bogor Jawa Barat. Senin, 01 September 2025.

‎Dan dari lobi Hotel Grand Ussu, terlihat mereka berkumpul dalam balutan baju putih dan peci hitam, sebagian lagi tetap mempertahankan nuansa khas Betawi dengan baju sadariah.

banner 325x300

Ada juga yang membawa map berisi catatan, ada pula yang sibuk bercengkerama, seakan pertemuan ini bukan hanya forum kerja, melainkan juga ajang silaturahmi besar keluarga Betawi.

‎Di balik canda dan kopi hangat yang terhidang, tersimpan kesadaran kolektif bahwa pertemuan kali ini bukan perkara kecil.

Sejak Jakarta tak lagi berstatus daerah khusus pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Ibu Kota Negara, posisi masyarakat Betawi berada dalam persimpangan sejarah. Pertanyaan yang menggantung, bagaimana menjaga identitas dan peran Betawi dalam perjalanan Jakarta yang baru ?

‎JAWABAN itu berulang kali ditegaskan Ketua Umum Bamus Betawi, H. Riano P. Ahmad, S.H., saat menutup raker dua hari tersebut.

Dengan suara lantang, ia menekankan bahwa masyarakat Betawi tidak boleh kehilangan akar di tengah derasnya perubahan zaman.

‎“Bamus Betawi berkewajiban menjaga dan mengembangkan peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai tuntutan zaman, tanpa meninggalkan jati diri dan warisan leluhur,” kata Riano.

Kalimat itu meluncur tenang, tetapi bergetar di telinga peserta. Tepuk tangan panjang pun menggema, menandakan pesan itu diterima sebagai amanat bersama.

‎RAKER ini tidak hanya diisi pidato. Sejumlah narasumber hadir memberi pembekalan—mulai dari isu hukum, politik, hingga sosial budaya. Diskusi pun berlangsung hidup. Sesekali terdengar tawa renyah khas logat Betawi, yang seakan menyejukkan ruang sidang.

‎Di sela forum, suasana terasa lebih cair. Peserta bertegur sapa, bertukar cerita tentang kehidupan di kampung-kampung Betawi yang kini makin terhimpit gedung gedung tinggi.

Ada juga yang mengisahkan tantangan generasi muda untuk tetap mau belajar silat, lenong, atau bahasa Betawi di tengah gempuran budaya populer global.

‎“Inilah saatnya kami menyamakan langkah, jangan sampai orang Betawi jalan sendiri – sendiri,” ujar M. Supriyadi Ketua Ormas Kembang Latar DKI Jakarta yang  juga menjadi salah satu peserta Raker sambil menyeruput teh panas.

‎SEHARIAN penuh, agenda sidang dan pleno menguras energi. Namun penat terbayar saat malam penutupan tiba. Seluruh peserta berkumpul di halaman hotel untuk berfoto bersama.

Setelah itu, suasana berubah hangat dalam jamuan makan malam. Hidangan sederhana terasa istimewa karena disantap dalam tawa dan gurauan. Musik Betawi mengalun, mengingatkan mereka pada kampung halaman yang tak boleh hilang dari peta Jakarta.

‎“Kalau bukan kita yang merawat, siapa lagi?” celetuk seorang ibu peserta sambil mengangkat gelas teh, seolah bersulang untuk masa depan Betawi.

‎SELASA pagi, rombongan peserta dijadwalkan kembali ke Jakarta. Namun bukan sekadar tas dan map yang mereka bawa pulang, melainkan juga tekad menjaga warisan leluhur agar tetap hidup. Raker di Cipanas ini seolah menjadi penanda di tengah dinginnya udara Puncak, tekad orang Betawi justru kian menghangat.

‎“Budaya Betawi tetap harus menjadi pilar peradaban nasional,” ujar Riano, menutup sambutannya. Dan dari Cipanas, pesan itu mengalir deras ke Ibu Kota—menjadi pengingat bahwa Jakarta tanpa Betawi hanyalah kota tanpa jiwa.

‎Sumber : ‎Humas MIO – Kembang Latar

‎Reporter : Bainanah – Irma

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *