banner 728x250

Koalisi LSM dan Aktivis Sumbawa Minta Polisi Hentikan Kasus Wartawan berinisial A, Dorong Penyelesaian Kekeluargaan

banner 120x600
banner 468x60

NTB, nusantarabersahabat.com :

Penetapan status tersangka terhadap seorang jurnalis sekaligus pegiat sosial di Kabupaten Sumbawa, berinisial A memicu gelombang solidaritas dari berbagai elemen masyarakat sipil.

banner 325x300

Mengingat, A ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Sumbawa atas unggahan di akun Facebook pribadinya yang memuat dugaan penggunaan material ilegal dalam proyek jalan dan lanjutan jembatan SAMOTA senilai Rp. 131,9 miliar yang dikerjakan pada tahun 2024.

Menanggapi hal tersebut, Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Aktivis Sumbawa mendatangi Mapolres Sumbawa, untuk melakukan audiensi sekaligus silaturahmi dengan Kapolres yang baru, AKBP Marieta Dwi Ardhini, S.H., S.I.K., Rabu, 30 Juli 2025.

Pertemuan tersebut menjadi bersejarah, karena untuk pertama kalinya jabatan Kapolres Sumbawa dipegang oleh seorang perempuan.

Dalam dialog yang berlangsung hangat dan terbuka, perwakilan koalisi, Welsukrianto (Bang Wel) dan Hermanto (Bang Viktor) mengungkapkan keresahan mereka atas proses hukum terhadap A.

Menurut mereka, unggahan A yang menyebut dugaan penggunaan material ilegal dan menyebut inisial tidak dapat serta merta dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.

“Kami datang bukan untuk membela kesalahan, tetapi ingin memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan bijak. Unggahan itu bersifat dugaan, bukan tuduhan.

Kalimatnya pun menggunakan kata ‘diduga’ dan tidak menyebut identitas langsung. Jadi unsur pencemaran nama baik perlu diuji kembali secara hukum,” tegas Bang Wel.

Kapolres Sumbawa, AKBP Marieta Dwi Ardhini menjelaskan, bahwa penetapan tersangka terhadap A telah melalui tahapan penyelidikan dan penyidikan sesuai SOP.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa ruang penyelesaian secara kekeluargaan melalui mekanisme restorative justice masih terbuka, dan pihak kepolisian sangat terbuka terhadap upaya damai.

“Berkas perkara sudah kami limpahkan ke kejaksaan. Namun, jika ada keinginan dari para pihak untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, kami sangat mendukung itu.

Proses hukum tetap berjalan, tapi tidak menutup ruang mediasi dan rekonsiliasi, dan jika tidak puas silahkan lakukan praperadilan, saya siap bertanggung jawab,” ungkap Kapolres.

Dalam kesempatan itu, Welsukrianto menyampaikan pandangan penting bahwa penetapan status tersangka seharusnya didahului oleh pembuktian atas dugaan penggunaan material dan izin yang dimaksud.

Jika memang material tidak sesuai spesifikasi atau izin sudah kedaluwarsa, maka bisa jadi status tersangka berbalik dan pihak lain yang harus bertanggung jawab secara hukum dan moral.

“Kalau benar dugaan itu, lalu siapa yang mencemarkan nama baik siapa? Apakah aparat penegak hukum akan menindaklanjuti dugaan penggunaan material ilegal itu juga?, Ini bukan hanya soal status tersangka, tapi ada nilai keadilan yang harus ditegakkan, mana sila ke 5?.

Kami tetap percaya pada objektivitas dan profesionalitas Polres Sumbawa. Bravo Polres Sumbawa,” Bang Wel dengan tegas.

Ia juga menyampaikan bahwa Koalisi LSM dan aktivis memilih untuk tidak langsung menempuh jalur praperadilan. Sebaliknya, mereka akan mengedepankan pendekatan kekeluargaan dengan pelapor, inisial S, yang menurut mereka dikenal sebagai sosok bijak dan terbuka.

“Kami ingin menyelesaikan ini tanpa harus ke pengadilan. Ini bukan tentang menang atau kalah, tapi bagaimana kita menjaga silaturahmi dan martabat sesama anak bangsa.

Terlapor adalah wartawan, dan kami dari LSM serta aktivis merasa punya tanggung jawab moral untuk menjaga ruang kebebasan berekspresi,” tambahnya.

Koalisi juga menekankan pentingnya membedakan antara opini di media sosial dengan konten jurnalistik yang dipublikasikan di media massa.

Mereka khawatir jika kasus seperti ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk yang membungkam kritik dan pengawasan masyarakat terhadap penggunaan anggaran publik.

“Unggahan A adalah ekspresi pribadi, bukan berita jurnalistik. Tapi, jika itu pun dipersoalkan secara hukum, maka kita semua terancam kehilangan hak untuk menyampaikan pendapat.

Demokrasi tidak boleh dibungkam hanya karena perbedaan tafsir, dan apabila persoalan ini di biarkan maka tidak menutup kemungkinan akan ada terlapor A satu, dua dan seterusnya,” ungkap Hermanto menambahkan.

Pertemuan yang berlangsung dengan tertib itu diakhiri dengan komitmen untuk tetap menjaga situasi tetap kondusif dan mendorong penyelesaian damai antara pelapor dan terlapor.

Sementara itu, Perwakilan Koalisi LSM dan aktivis pada Kamis, 31 Juli 2025 sudah menemui pelapor untuk meminta penyelesaian secara kekeluargaan melalui restorative Justice (RJ), namun upaya tersebut nihil, pelapor tetap melanjutkan laporannya.

“Kami sudah menemui pelapor inisial S di kediamannya, bagaimana supaya persoalan ini bisa diselesaikan melalui Restorative Justice (RJ) dengan terlapor ini A, namun upaya kami nihil, secara manusiawi pelapor memaafkan akan tetapi pelapor tetap melanjutkan laporannya,” kata Bang wel.

Kasus ini menjadi refleksi penting bagi semua pihak, bahwa hukum harus ditegakkan dengan semangat keadilan dan tidak menjadi alat untuk membungkam kritik yang konstruktif. Sementara itu, solidaritas publik terhadap kebebasan pers dan hak menyampaikan pendapat terus menguat di tengah dinamika demokrasi lokal di Sumbawa.

Reporter : Redaksi Pusat

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *